Home » Berita Terkini » Dosen Hukum Keluarga, Gandhi Liyorba Indra, Raih Gelar Doktor

Dosen Hukum Keluarga, Gandhi Liyorba Indra, Raih Gelar Doktor


Ghandi Liyorba Indra foto bersama keluarga sesaat setelah sidang promosi

Ghandi Liyorba Indra foto bersama keluarga sesaat setelah sidang promosi

Mata Pena: Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung, Gandhi Liyorba Indra, telah menjalani ujian akhir program doktor hukum keluarga di Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung, pada Selasa (18/02/2020) malam.

Pada ujian tersebut ia memaparkan hasil disertasi tentang Pergeseran Paradigma Perceraian pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun dalam Perspektif Maqashid Syariah, dengan tim penguji terdiri dari ketua sidang Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag, penguji utama Prof. Dr. Idzan Fautanu, M.A, Prof. Dr.  Faisal, S.H., M.H, Dr. H. Khoiruddin, M.H, Dr. H. M. Bahruddin, Prof. Dr. H. Idham Kholid, dan sekretaris  Dr.  Liky Faizal, S.Sos, M.H.

Berdasarkan hasil penelitiannya, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi adanya pergeseran paradigma pada hukum larangan perceraian pada masyarakat adat Pepadun, yaitu; pertama, faktor dikarenakan adanya perkawinan campuran, misalnya suku Lampung Pepadun menikah dengan suku lain dan suku tersebut tidak seprinsip dengan hukum adat Pepadun.

Selanjutnya kedua, faktor pendidikan yang tinggi dapat memberikan pemahaman bahwa hukum Islam sendiri tidak melarang perceraian, walaupun Allah membencinya.

Kemudian yang ketiga, faktor kemajuan teknologi dan informasi yang mana informasi akan mempercepat dalam memberikan keterangan dan wacana, yang terkadang masyarakat kita belum siap menghadapinya, sehingga kemajuannya bukan bermanfaat justru menjadi fitnah.

Menurutnya, hal tersebut merupakan bentuk sikap progresif masyarakat pepadun yang secara serempak sangat terbuka dengan adanya perkawinan silang, kemajuan pendidikan dan wawasan keagamaan, serta terbukanya kemajuan informasi dan teknologi, hal inilah yang sejatinya adalah receptive in complextio yaitu hukum agama dapat berjalan beriringan dengan hukum adat dengan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip pokok syara’. (Hanivah)